Home / Uncategorized / Kamu dapat apa?

Kamu dapat apa?

Ditulis oleh orang yang sudah menikah, sudah pula melewati masa muda seperti kalian

Oleh:  Nasikhin

Jakarta – Perdebatan mengenai dinamika hubungan dan upaya menjemput jodoh di kalangan anak muda kembali disorot. Sebuah pandangan yang kian menguat di ruang publik, terutama dalam ceramah-ceramah keagamaan, menyebutkan bahwa menjalin hubungan pacaran hanya akan berujung pada dua pilihan yang merugikan: patah hati atau mendahului suatu kebaikan dengan cara yang tidak semestinya.

Konsep ini menekankan bahwa pacaran adalah praktik yang sia-sia karena jodoh setiap individu telah tertulis dan merupakan ketetapan takdir.

Risiko Pertama: Menjaga Jodoh Orang Lain dan Patah Hati

Pilihan pertama yang menjadi sorotan adalah risiko patah hati yang terjadi karena seseorang ternyata “menjaga jodoh orang lain.” Pandangan ini didasari keyakinan bahwa pasangan hidup sudah tertulis di Lauhul Mahfudz (papan yang terpelihara), tempat takdir manusia dicatat.

Pihak yang menganut pandangan ini mempertanyakan efektivitas dan manfaat material dari pacaran, di mana waktu, tenaga, dan harta dihabiskan untuk memberikan hadiah, mentraktir makan, atau membiayai kencan bagi seseorang yang akhirnya akan menikah dengan orang lain.

Lebih lanjut, dampak jangka panjang dari hubungan ini dinilai berbahaya bagi masa depan rumah tangga. Kenangan yang tercipta selama pacaran berpotensi menjadi racun, memicu seseorang untuk membandingkan pasangan sah mereka dengan sifat dan kenangan yang dimiliki oleh mantan kekasih, yang ujungnya dapat melukai keharmonisan rumah tangga.

Risiko Kedua: Mendahului Hal Baik dengan Cara yang Keliru

Pilihan kedua yang dihadirkan adalah mendahului hal yang sebenarnya baik (pernikahan) dengan cara yang tidak baik (pacaran).

Esensi dari pandangan ini adalah bahwa pertemuan dengan jodoh yang telah ditetapkan akan tetap terjadi, bahkan tanpa melalui proses pacaran. Oleh karena itu, pacaran dianggap sebagai jalan memutar yang tidak substansial, sebab ia tidak memiliki korelasi langsung dengan kedatangan jodoh. Jodoh tidak akan mendekat karena pacaran, dan tidak akan menjauh karena tidak pacaran, karena ia murni adalah takdir.

Fokus pada Waktu yang Tepat dan Memantaskan Diri

Alih-alih berfokus pada kecepatan, pandangan ini menganjurkan agar fokus utama adalah “mendapatkan jodoh di waktu yang tepat,” bukan “di waktu secepatnya.” Waktu adalah sepenuhnya kuasa Allah, sebagaimana penentuan waktu kelahiran dan kematian.

Mengutip penceramah Hanan Attaki, cara terbaik untuk menjemput jodoh adalah dengan memantaskan diri. Proses memantaskan diri ini ditekankan tidak hanya sebatas mempersiapkan diri menjadi suami atau istri yang baik, tetapi juga mematangkan diri untuk menjadi figur ayah atau ibu yang bertanggung jawab. Peningkatan kualitas diri inilah yang dianggap menjadi kunci utama dalam menjemput takdir jodoh yang terbaik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *